Kamis, 24 November 2011

Teknologi Ponsel Proyektor


teknologi ponsel proyektor

                Dalam sejarahnya, para ilmuwan telah berhasil mengembangkan sebuah mesin perangkat proyeksi LED mini yang memungkinkan sebuah ponsel berfungsi layaknya proyektor. Hebatnya, ukuran perangkat yang hanya setengah inchi mampu dibenamkan dalam sebuah ponsel.
                Perangkat proyektor mobile 3M ini mampu menampilkan gambar dengan resolusi VGA dengan jernih. Ketika diuji coba, perangkat ini mampu memproyeksikan gambar dengan ukuran 40 inchi atau lebih besar tanpa mengurangi kualitas gambar.
                Cahaya dipancarkan dari lampu LED ( Light Emitting Diode ) dan gambar yang diproyeksikan beresolusi 640 x 480 pixel. Lensa yang digunakan hanya berdiameter satu centimeter. Gambar yang ditampilkan cukup jelas dilihat hingga jarak satu meter meski terdapat cahaya di sekitarnya.
                Perkembangan lainnya adalah sebuah alat yang dinamakan dengan Pico Projector atau lebih dikenal dengan PicoP. PicoP adalah suatu alat proyektor mini yang bisa manampilkan gambar maupun video dengan menggunakan 3 laser LED. Komponen PicoP sendiri terdiri dari 3 laser LED ( warna hijau, biru, dan merah ), MEMS scanner, optik, dan elektronika.
                Bila proyektor biasa ( konvensional ) menggunakan jutaan cermin yang tersusun dalam sebuah cip untuk membentuk sebuah gambar, tetapi PicoP ini memproyeksikan satu cermin berukuran microskopsis saja yang tersusun dalam sebuah Chip MEMS ( Micro-Electro-Mechanical-System).
                PicoP ini bekerja dengan menembakkan sinar laser lewat sebuah cermin getar. Cermin getar ini akan memantulkan sinar untuk menghasilkan pixel yang memberi bentuk pada gambar. Kemudian masing – masing warna pixel tersebut dihasilkan dengan kombinasi pengaturan laser merah, biru, dan hijau. Intensitas dari tiap sumber cahaya yang bervariasi dapat menghasilkan corak bayangan dan warna yang lengkap.
                Pixel warna tersebut diatur oleh suatu scanner horizontal yang menggerakkan berkas cahaya itu untuk ditempatkan kedalam baris pixel. Sedangkan scanner vertical bertugas menggerakkan berkas cahaya itu naik dan turun untuk menunjukkan dimana baris yang tersusun pixel itu digambar. Proses ini berlangsung sampai waktu keseluruhan bidang baris telah tepat dan suatu gambaran penuh tampak kepada si pengguna.

Sumber : Majalah Pulsa Edisi 221

IT dan Bahasa Inggris


IT DAN BAHASA INGGRIS

Untuk mendongkrak penggunaan bahasa Inggris dan memajukan bangsa, bagaimana kalau menaikkan status bahasa Inggris sebagai bahasa resmi ?

            Banyak studi menunjukkan, menjadi bilingual atau multilingual amat membantu memperluas wawasan berfikir. Di dunia komputer, hal ini lebih karena kita dapat membandingkan dan saling meminjam teknik, pusaka, idiom, serta kultur dari bahasa lain.
            Sebetulnya mayoritas penduduk Indonesia sudah bilingual. Bahasa Indonesia bukanlah yang paling banyak diajarkan sebagai bahasa ibu, melainkan bahasa jawa dan sunda. Penutur natif bahasa Indonesia sendiri diperkirakan tidak sampai 10%, hanya sekitar 20 juta dari sekitar 235 juta total penduduk. Sayangnya, meski sudah bilingual, tapi bahasa yang di pelajari bukanlah bahasa yang “tepat”, dalam artian memberikan manfaat yang maksimal.
            Memang bahasa Inggris bukan segalanya. Dari sisi ekonomi, bahasa inggris hanya mewakili 30% total GDP dunia dan diperkirakan akan terus menurun karena Mandarin (sekitar 12,5%) akan terus naik porsinya seiring kenaikkan GDP China. Tapi di dunia TI, rupanya Inggris merupakan dan kemungkinan akan tetap menjadi bahasa yang amat dominan. Pertama, Mandarin sebagai saingan terdekat memiliki beberapa hambatan untuk bisa menggantikann Inggris : terlalu sulit / lama dipelajari bagi banyak orang dan lebih sulit menyerap bahasa asing karena sistem aksaranya tidak fonetik.
            Kedua, berbeda dengan perdagangan fisik yang umumnya terkait dengan kedekatan geografis, yaitu sebuah negara alaminya melakukan ekspor impor ke negara – negara tetangga, di dunia TI dengan adanya Internet kedekatan geografis ini menjadi berkurang relevansinya. Saat ini belum ada pilihan lain kecuali Inggris. Sebuah survei mengindikasikan hal ini : lebih dari 50% halaman web masih ditulis dalam bahasa Inggris. Dan mungkin 99% bahasa pemograman yang ada menggunakan bahasa Inggris sebagai basisnya.
            Sudah seperti “hukum alam”, negara yang terbelakang umumnya akan lebih terbelakang karena berbagai kebijakan yang salah (dikarnakan pangambil kebijakannya juga sama – sama terbelakang). Contohnya, bertahun – tahun silam pemerintah kita melarang penggunaan bahasa asing dengan alasan bangga bahasa / budaya sendiri. Sebagian dari pembaca mungkin ingat betapa plang – plang mahal harus diganti dari “ABC Bank” menjadi “Bank ABC” karena harus di – Indonesiakan.
            Barangkali cara untuk menjadi maju adalah dengan membalik kebijakkan – kebijakkan ini. Pendidikkan dasar wajib memasukkan bahasa Inggris ke kurikulumnya. Semua dokumen dan komunikasi resmi harus ditulis dalam dua bahasa. Plang – plang dan rambu jalan pun harus ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Namun saat membayangkan, penulis merasa bergidik, banyaknya perubahan ini kemungkinan besar hanya akan dimanfaatkan sebagai ladang proyek dan peluang korupsi bagi pemarintah Indonesia. (steven@masterwebnet.com)

Dikutip dari : PC Media Oktober 2008

Programming : Science or Sorcery


PROGRAMMING : SCIENCE OR SORCERY ?

Charles A. R. Hoare adalah seorang saintis besar, pembuat algoritma Quicksort. Tulisannya berjudul “ Programming : Sorcery or Science “ diterbitkan di IEEE, April tahun 1984.

            Pada ilmu sihir, gagal atau berhasilnya pencapaian tujuan ditentukan oleh mantra – mantra. Pada programming, banyak hal telah menjadi mantra praktisi, contohnya : DNS, SID, dcpromo, Squid, BSS, dan sebagainya. Inti dari solusi – solusi tersebut mirip dengan solusi Hermione : hapalkan mantra, atau siap dengan salinan mantra. Dalam programming saat ini : hapalkan prosedur (atau catat diatas kertas). Pemahaman tidak penting.
                Bahkan kepanjangan dari istilah juga tidak penting untuk diketahui. Apa kepanjangan dari DNS? Ada yang bilang Domain Name Service, ada yang bilang Domain Name Server , dan ada juga yang bilang Domain Name System. Bahkan sebuah buku terbitan Microsoft Press salah menyebut kepanjangan DNS sebagai Domain Name Service. Silahkan di cek mana yang benar (menurut penulis).
                Dari semua istilah / mantra, yang paling berkesan bagi penulis adalah PCMCIA. Singkatan dari People Cannot Memorize Computer Industry Acronyms. Atau dalam singkatan sebenarnya adalah Personal Computer Memory Card Industry Association. Sepertinya di berbagai vendor dan organisasi intenasional, para “penyihir” punya asisten untuk membuat berbagai singkatan dan kepanjangan. Unix punya satu mantra yang layak disebut : umask. Penulis sendiri tidak tahu apakah umask berarti unmask atau usemask.
                Intinya adalah progamming seperti sihir juga berwujud dalam hal percaya kepada sesuatu, dan jangan ditanyakan kenapa. Jika anda bertanya kenapa?, “penyihir” atau vendor akan menjawab “itu best practice”. Biasanya konsultan (apalagi pemakai) akan diam. Ada contoh menarik tentang claim “Best Practice” yang menjadi perdebatan penulis dengan Tom Kyte, #1 expert di dunia ini tentang Oracle. Dia menglaim bahwa cascade update tidak perlu, bahwa primary key tidak boleh berubah, dan tidak mungkin berubah.
                Penulis bukan orang yang mudah percaya kepada ahli – ahli TI sehingga penulis mendebat Tom dan meminta bukti – bukti. Penulis sendiri memberi banyak bukti untuk menunjukkan kesalahannya. Kalau tidak perlu kenapa cascade update ada di standart ISO, ada di beberapa produk lain (Access, SQL Server), dan kenapa para pemakai tidak meminta penghapusan cascade update?. Tentang primary key : penulis mengatakan bahwa pengarang database-text-books tidak menyatakan primary key tidak boleh diubah.
                Ada Seorang dosen informatika ITB  yang mencela nusa. Dia berjanji menjawab pertanyaan- pertanyaan penulis dalam dua minggu, tapi ternyata tidak di jawab dalam tenggat waktu tersebut. Pada kesempatan ini, penulis akan memuat satu dari pertanyaan tersebut : “kalau Java begitu mudah, mengapa membuat program ‘Hello World’ saja kok begitu rumit dibanding nusa?”. Tak ada bukti ilmiah adanya alasan kuat untuk membuat Java balepotan dengan “keyword” public static class dan entah apa lagi. Programming is sorcery, not scientific

Dukutip dari : PC Media Oktober 2008